Cerita Bulusan
Bagaimana asal-usul tradisi Bulusan? Cerita Bulusan mengisahkan tentang
Mbah Dudo, seorang alim ulama penyebar agama Islam di Kudus. Dia mempunyai
murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam,
Mbah Dudo berniat mendirikan pesantren di kaki Pegunungan Muria. Pada Bulan
Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran, Sunan Muria datang untuk
bersilaturrahim dan membaca Al Quran bersama Mbah Dudo, sahabatnya.
Dalam
perjalanannya, Sunan Muria melihat Umara dan Umari sedang ndaut atau mengambil
(dengan cara mencabuti) bibit padi di sawah pada malam hari. Sunan Muria
berhenti sejenak dan berkata kepada mereka berdua, “Lho, malam Nuzulul Quran
kok tidak baca Al Quran, malah di sawah berendam di air seperti bulus saja!”.
Akibat perkataan itu, Umara dan Umari seketika menjadi bulus (kura-kura air
tawar). Tak lama kemudian, Mbah Dudo datang meminta maaf atas kesalahan kedua
santrinya kepada Sunan Muria. Namun nasi sudah menjadi bubur, Umara dan Umari
sudah menjadi bulus dan tidak mungkin dapat kembali lagi berubah menjadi
manusia.
Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah dan keluar mata
air atau sumber, sehingga diberilah nama tempat itu dengan nama Dukuh Sumber.
Kemudian tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon tombo ati
(obat hati). Sambil meninggalkan tempat itu, Sunan Muria berkata, “Besok anak
cucu kalian akan menghormatimu setiap seminggu setelah hari raya bulan Syawal.
Tepatnya pada saat Bodo Kupat, alias Kupatan. Hmm..sebuah cerita yang, mungkin
saja benar atau mungkin tidak semuanya benar.
Sekian
Cerita Bulusan
Bagaimana asal-usul tradisi Bulusan? Cerita Bulusan mengisahkan tentang
Mbah Dudo, seorang alim ulama penyebar agama Islam di Kudus. Dia
mempunyai murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan
agama Islam, Mbah Dudo berniat mendirikan pesantren di kaki Pegunungan
Muria.
Pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran, Sunan
Muria datang untuk bersilaturrahim dan membaca Al Quran bersama Mbah
Dudo, sahabatnya. Dalam perjalanannya, Sunan Muria melihat Umara dan
Umari sedang ndaut atau mengambil (dengan cara mencabuti) bibit padi di
sawah pada malam hari.
Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata kepada mereka berdua, “Lho,
malam Nuzulul Quran kok tidak baca Al Quran, malah di sawah berendam di
air seperti bulus saja!”. Akibat perkataan itu, Umara dan Umari seketika
menjadi bulus (kura-kura air tawar).
Tak lama kemudian, Mbah Dudo datang meminta maaf atas kesalahan kedua
santrinya kepada Sunan Muria. Namun nasi sudah menjadi bubur, Umara dan
Umari sudah menjadi bulus dan tidak mungkin dapat kembali lagi berubah
menjadi manusia.
Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah dan keluar mata
air atau sumber, sehingga diberilah nama tempat itu dengan nama Dukuh
Sumber. Kemudian tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon
tombo ati (obat hati).
Sambil meninggalkan tempat itu, Sunan Muria berkata, “Besok anak cucu
kalian akan menghormatimu setiap seminggu setelah hari raya bulan
Syawal. Tepatnya pada saat Bodo Kupat, alias Kupatan.
Hmm..sebuah cerita yang, mungkin saja benar atau mungkin tidak semuanya
benar. Namun yang pasti sampai sekarang, setiap musim kupatan tiba,
keramaian di Dukuh Sumber tak pernah berhenti.
Membaca tulisan di Kompas itu, saya kemudian penasaran. Berencana untuk
berkunjung ke sana kali kedua. Sembari mencari tahu lebih jauh lagi
cerita ini kepada orang-orang yang bisa dipercaya di sekitar Dukuh
Sumber. Terutama mencari tahu di mana pohon tombo ati itu berada. Apakah
masih ada atau hanya sekedar cerita. Jika masih ada, akan saya
ceritakan kepada Indonesia, agar mereka bisa mendapati pohon itu sebagai
obat. Obat bagi seluruh hati masyarakat Indonesia yang kini (kata
orang) ‘sedang sakit’
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Cerita Bulusan
Bagaimana asal-usul tradisi Bulusan? Cerita Bulusan mengisahkan tentang
Mbah Dudo, seorang alim ulama penyebar agama Islam di Kudus. Dia
mempunyai murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan
agama Islam, Mbah Dudo berniat mendirikan pesantren di kaki Pegunungan
Muria.
Pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran, Sunan
Muria datang untuk bersilaturrahim dan membaca Al Quran bersama Mbah
Dudo, sahabatnya. Dalam perjalanannya, Sunan Muria melihat Umara dan
Umari sedang ndaut atau mengambil (dengan cara mencabuti) bibit padi di
sawah pada malam hari.
Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata kepada mereka berdua, “Lho,
malam Nuzulul Quran kok tidak baca Al Quran, malah di sawah berendam di
air seperti bulus saja!”. Akibat perkataan itu, Umara dan Umari seketika
menjadi bulus (kura-kura air tawar).
Tak lama kemudian, Mbah Dudo datang meminta maaf atas kesalahan kedua
santrinya kepada Sunan Muria. Namun nasi sudah menjadi bubur, Umara dan
Umari sudah menjadi bulus dan tidak mungkin dapat kembali lagi berubah
menjadi manusia.
Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah dan keluar mata
air atau sumber, sehingga diberilah nama tempat itu dengan nama Dukuh
Sumber. Kemudian tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon
tombo ati (obat hati).
Sambil meninggalkan tempat itu, Sunan Muria berkata, “Besok anak cucu
kalian akan menghormatimu setiap seminggu setelah hari raya bulan
Syawal. Tepatnya pada saat Bodo Kupat, alias Kupatan.
Hmm..sebuah cerita yang, mungkin saja benar atau mungkin tidak semuanya
benar. Namun yang pasti sampai sekarang, setiap musim kupatan tiba,
keramaian di Dukuh Sumber tak pernah berhenti.
Membaca tulisan di Kompas itu, saya kemudian penasaran. Berencana untuk
berkunjung ke sana kali kedua. Sembari mencari tahu lebih jauh lagi
cerita ini kepada orang-orang yang bisa dipercaya di sekitar Dukuh
Sumber. Terutama mencari tahu di mana pohon tombo ati itu berada. Apakah
masih ada atau hanya sekedar cerita. Jika masih ada, akan saya
ceritakan kepada Indonesia, agar mereka bisa mendapati pohon itu sebagai
obat. Obat bagi seluruh hati masyarakat Indonesia yang kini (kata
orang) ‘sedang sakit’.
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Cerita Bulusan
Bagaimana asal-usul tradisi Bulusan? Cerita Bulusan mengisahkan tentang
Mbah Dudo, seorang alim ulama penyebar agama Islam di Kudus. Dia
mempunyai murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan
agama Islam, Mbah Dudo berniat mendirikan pesantren di kaki Pegunungan
Muria.
Pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran, Sunan
Muria datang untuk bersilaturrahim dan membaca Al Quran bersama Mbah
Dudo, sahabatnya. Dalam perjalanannya, Sunan Muria melihat Umara dan
Umari sedang ndaut atau mengambil (dengan cara mencabuti) bibit padi di
sawah pada malam hari.
Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata kepada mereka berdua, “Lho,
malam Nuzulul Quran kok tidak baca Al Quran, malah di sawah berendam di
air seperti bulus saja!”. Akibat perkataan itu, Umara dan Umari seketika
menjadi bulus (kura-kura air tawar).
Tak lama kemudian, Mbah Dudo datang meminta maaf atas kesalahan kedua
santrinya kepada Sunan Muria. Namun nasi sudah menjadi bubur, Umara dan
Umari sudah menjadi bulus dan tidak mungkin dapat kembali lagi berubah
menjadi manusia.
Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah dan keluar mata
air atau sumber, sehingga diberilah nama tempat itu dengan nama Dukuh
Sumber. Kemudian tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon
tombo ati (obat hati).
Sambil meninggalkan tempat itu, Sunan Muria berkata, “Besok anak cucu
kalian akan menghormatimu setiap seminggu setelah hari raya bulan
Syawal. Tepatnya pada saat Bodo Kupat, alias Kupatan.
Hmm..sebuah cerita yang, mungkin saja benar atau mungkin tidak semuanya
benar. Namun yang pasti sampai sekarang, setiap musim kupatan tiba,
keramaian di Dukuh Sumber tak pernah berhenti.
Membaca tulisan di Kompas itu, saya kemudian penasaran. Berencana untuk
berkunjung ke sana kali kedua. Sembari mencari tahu lebih jauh lagi
cerita ini kepada orang-orang yang bisa dipercaya di sekitar Dukuh
Sumber. Terutama mencari tahu di mana pohon tombo ati itu berada. Apakah
masih ada atau hanya sekedar cerita. Jika masih ada, akan saya
ceritakan kepada Indonesia, agar mereka bisa mendapati pohon itu sebagai
obat. Obat bagi seluruh hati masyarakat Indonesia yang kini (kata
orang) ‘sedang sakit’.
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
Komentar
Posting Komentar